BAB
I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Hutan sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang
dikuasai oleh Negara yang memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, cenderung
kondisinya semakin menurun. Hutan juga merupakan salah satu sumber daya alam
yang berperan dalam menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air
dan kesuburan tanah. Ketersediaan air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi
kehidupan manusia.
Indonesia dikenal memiliki hutan
tropis yang cukup luas dengan keaneka-ragaman hayati yang sangat tinggi dan
bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazillia. Berdasarkan data yang
dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI tahun 2000 bahwa luas hutan
Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas hutan dunia (Suhendang,
2002). Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu semakin
meningkat, mendorong masyarakat baik secara individu maupun kelompok melakukan
eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Eksploitasi
hasil hutan tersebut biasanya dilakukan secara ilegal seperti melakukan
pembalakan liar, perambahan, pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan di
Indonesia tidak terkendali (laju kerusakan hutan Indonesia 2,8 juta hektar per
tahun). Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan tak terkendali tersebut
mengakibatkan luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah, dan
sering terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.
Kerusakan hutan di Indonesia tidak
hanya terjadi pada hutan alam tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung.
Padahal, hutan lindung memiliki fungsi yang spesifik terutama berkaitan dengan
ketersediaan air. Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting terhadap
keberlanjutan kehidupan bagi semua mahluk hidup. Hal ini seperti telah tertuang
dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang
menjelaskan bahwa hutan lindung merupakan kawasan hutan karena keadaan sifat
alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi
serta pemeliharaan kesuburan tanah. Oleh karena itu, hutan lindung perlu
perhatian yang serius dari semua pihak agar kelestariannya tetap terjamin.
Kerusakan hutan yang terus terjadi
telah mengakibatkan malapetaka dan bencana yang menelan korban harta dan jiwa
yang tidak sedikit, seperti musibah kebakaran dan kekeringan pada musim
kemarau, banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan lain sebagainya. Hal ini
tertentu merupakan tantangan bagi semua pihak untuk mencari akar permasalahan
dan solusi pemecahannya.
- B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai
berikut :
berikut :
- Apakah kerusakan hutan berpengaruh besar terhadap
lingkungan di sekitar kawasan hutan ?
- Bagaimana cara melibatkan masyarakat dalam proses
pemberdayaan kawasan sekitar hutan ?
- Upaya-upaya apakah yang dapat dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menjaga
kelestarian hutan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
- A. Pengertian Hutan
Hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan.
Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Hutan lindung adalah kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Kawasan hutan lindung adalah kawasan
hutan yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk dilindungi dari segala macam
aktivitas manusia yang mengakibatkan kerusakan hutan atau kehilangan fungsi
hutan, seperti mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
- B. Peran Hutan Terhadap Lingkungan
- a. Peran Hutan
Hutan bukanlah warisan nenek moyang,
tetapi pinjaman anak cucu kita yang harus dilestarikan. Jika terjadi bencana,
maka dipastikan, biaya ‘recovery’ jauh lebih besar ketimbang melakukan
pencegahan secara dini. Begitu pentingnya fungsi hutan sehingga pada 21 Januari
2004 Presiden Megawati merasa perlu mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu gerakan moral yang melibatkan semua komponen
masyarakat bangsa untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan
harapan, agar lahan kritis itu dapat berfungsi optimal, yang juga pada
gilirannya bermanfaat bagi masyarakat sendiri. Tujuan melibatkan komponen
masyarakat, tentu saja, agar mereka menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu
sangat penting dijaga kelestariannya.
Hutan memiliki fungsi yang penting
bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai berikut :
- 1. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku
yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan,
sandang, papan, obat-obatan dan industri.
Penguasaannya merupakan keuntungan
komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma
nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati.
- 2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering
dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan
manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan
biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan
serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap
pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan
yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada
juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Dengan
demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan sehat.
- 3. Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen
Kendaraan bermotor merupakan sumber
utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar
60-70 % dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan
bermotor. Hutan dengan kanekaragaman tumbuhan yang terkandung di dalamnya
mempunyai kemampuan menurunkan kandungan timbal dari udara.
Debu semen merupakan debu yang
sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit
sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus
diturunkan kadarnya.
- 4. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dan
menyerap kebisingan sampai 95% dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh
daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam
suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang. Berbagai
jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat
mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari
bawah.
- 5. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Pohon dapat membantu dalam mengatasi
dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses
gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca,
Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula. Bahan an-organik yang
diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses through fall dengan urutan
K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun
jarum.
Hujan yang mengandung H2SO4
atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada
saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4
akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4
yang bersifat netral. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh
permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan
menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. pH air hujan yang telah
melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang
tidak melewati tajuk pohon.
- 6. Penyerap Karbon-monoksida
Mikro organisme serta tanah pada
lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas. Tanah dengan
mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya
sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam
waktu 3 jam saja.
- 7. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen
Hutan merupakan penyerap gas CO2
yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di
samudera. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik di hutan
kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang
berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan
oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena
dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia
dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini
menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.
- 8. Penahan Angin
Angin kencang dapat dikurangi 75-80%
oleh suatu penahan angin yang berupa hutan kota.
- 9. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat
penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang tidak sedap.
Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan
angin yang bergerak dari sumber bau.
- 10. Mengatasi Penggenangan
Daerah bawah yang sering digenangi
air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan
evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah
tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata yang
banyak pula.
- 11. Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi
Kota-kota yang terletak di tepi
pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh
intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada
kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan.
Upaya untuk mengatasi masalah ini yakni membangun hutan lindung kota pada
daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang
rendah.
Hutan berupa formasi hutan mangrove
dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan
lumpur di pantai. Dengan demikian hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi
pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.
- 12. Produksi Terbatas
Hutan memiliki fungsi in-tangible
juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di hutan kota Sukabumi sebanyak 490
pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta. Penanaman dengan tanaman yang
menghasilkan biji atau buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam
keperluan warga masyarakat dapat meningkatkan taraf gizi dan penghasilan
masyarakat.
- 13. Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah penting yang
cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai
akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk
mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas,
sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan
reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada
malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi
balik (reradiasi) dari bumi.
- 14. Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah
yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus
bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar maka kadar
air tanah hutan akan meningkat.
Jika hujan lebat terjadi, maka air
hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air
infiltrasi dan air tanah dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan. Dengan
demikian pelestarian hutan pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan
akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik.
- 15. Penapis Cahaya Silau
Manusia sering dikelilingi oleh
benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton
dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan
cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya
pandang pengendara.
Keefektifan pohon dalam meredam dan
melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya.
- 16. Mengurangi Stress, Meningkatkan Pariwisata dan
Pencinta Alam
Kehidupan masyarakat di lingkungan
hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh
kendaraan bermotor maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak
serta pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen yang
tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida. Oleh sebab itu
gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah
ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka
yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota. Hutan kota juga
dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.
- b. Kerusakan Hutan dan Lingkungan
Ternyata dengan semakin tidak
harmonisnya hubungan manusia dengan alam tumbuhan mengakibatkan keadaan
lingkungan di perkotaan menjadi hanya maju secara ekonomi namun mundur secara
ekologi. Padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya
dengan nilai kestabilannya secara ekonomi. Oleh karena terganggunya kestabilan
ekosistem perkotaan, maka alam menunjukkan reaksinya berupa: meningkatnya suhu
udara, penurunan air tanah, banjir, penurunan permukaan tanah, intrusi air
laut, abrasi pantai, pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam
berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO2, ozon,
karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang,
monoton, bising dan kotor.
Dalam waktu dua tahun terakhir kita
merasakan peristiwa alam, seperti bencana banjir dan longsor. Diawali banjir
bandang di Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, pada 11 Desember 2002. Tak kurang dari
26 orang meninggal dunia dengan tragis. Di awal tahun 2003, banjir bandang
Jakarta mengakibatkan beberapa penduduk tewas, puluhan ribu masyarakat harus
mengungsi di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Akibat ikutan lain, adanya banjir
di Jakarta ini melumpuhkan kegiatan sektor swasta, termasuk pengiriman
barang-barang ekspor mereka.
Di Mandalawangi, Garut, Jawa Barat
pada tanggal 28 Januari 2003 telah terjadi tanah longsor dengan jumlah korban
meninggal 21 orang. Memasuki akhir musim penghujan tahun 2002/2003 dikejutkan
dengan peristiwa hujan lebat dan longsor di Flores, yang kemudian disusul
peristiwa alam yang didominasi oleh kekeringan di Pantura Pulau Jawa. Pada
akhir 2003 terjadi bencana banjir bandang yang sangat dahsyat di Bukit Lawang;
Bahorok, Sumatera Utara pada tanggal 2 November 2003 yang membawa korban tidak
kurang dari 134 orang meninggal serta ratusan lainnya hilang. Pada Desember
2003 beberapa wilayah Jambi terendam banjir sampai sekitar seminggu. Yang
terakhir adalah peristiwa banjir besar di kota Mojokerto 4-5 Februari 2004.
Peristiwa alam dan lingkungan
tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa alam sedang bergolak menuju keseimbangan
baru. Kondisi ini akan terus bergerak menyesuaikan diri terhadap intervensi
manusia yang tidak pernah berhenti mempengaruhinya, serta kemungkinan perubahan
alam itu sendiri yang perlu dicermati. Proses alam dalam menuju keseimbangan
baru ini sering kurang bisa ditangkap maknanya oleh manusia, sebaliknya manusia
seringkali saling menyalahkan bukannya mencari solusi yang arif.
Bencana alam, seperti banjir, yang
terjadi pada tahun 2003 dan yang berlanjut sampai awal tahun 2004 kalau
ditelusuri disebabkan oleh dua kelompok faktor yakni faktor yang tidak dapat
dikendalikan manusia dan faktor yang dapat dikendalikan manusia. Curah hujan
kecepatan angin, dan geologi merupakan contoh faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh manusia.
Penelusuran faktor-faktor yang
berpengaruh pada peristiwa alam yang menimbulkan bencana dua tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ada faktor alamiah yang tidak bisa dikendalikan manusia,
tetapi juga banyak faktor yang sebetulnya berasal dari intervensi manusia,
termasuk arah kebijakan yang tidak tepat. Curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, angin kencang, gempa bumi, dan letusan gunung berapi merupakan
contoh-contoh faktor alam yang tidak bisa dikendalikan manusia. Sedangkan
masalah invasi spesies eksotik, illegal logging di kawasan hutan, pemukiman,
dan budidaya pertanian di lereng gunung merupakan bentuk intervensi yang
sebetulnya dapat dikendalikan manusia. Semua itu berpengaruh besar terhadap
peristiwa banjir bandang dan tanah longsor. Antara faktor alam dan
faktor manusia sangat sulit
dipisahkan karena adanya interaksi timbal balik dalam suatu ekosistem .
BAB
III
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Hutan lindung sebagai salah satu
sumber daya alam yang berperan menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan
air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi kehidupan manusia yang saat ini
cenderung menurun keberadaannya. Perambahan dan pembalakan liar (illegal
logging) terjadi di mana-mana dan menyebabkan kerusakan hutan yang tidak
terkendali. Akibatnya bencana alam seperti banjir, tanah longsor sudah menjadi
langganan pada musim hujan tiba yang tidak jarang menelan korban ratusan jiwa
masyarakat yang tidak berdosa. Ironisnya, banyak pihak termasuk pemerintah
selalu menyalahkan dan bahkan menuduh masyarakat sekitar kawasan hutan sebagai
penyebab utama kerusakan hutan.
Tuduhan ini sangat tidak beralasan,
apalagi jika dilihat secara dekat kondisi kehidupan masyarakat sekitar kawasan
hutan, seperti kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Rogo Jampi
yang sebagian besar (78%) dalam kondisi miskin dan tidak berdaya. Kondisi
inilah perlu dipahami dan dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan dan perencanaan penyusunan program, agar setiap kebijakan dan program
tentang pengaturan pengelolaan hutan yang diambil tetap memperhatikan kondisi
sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan lindung.
Paradigma perencanaan pengelolaan
hutan dan pemberdayaan masyarakat yang sentralistik yaitu program dirancang
dari atas tanpa melibatkan masyarakat harus diubah kearah peningkatan
partisipasi masyarakat lokal secara optimal.
Anggapan sebagian elit bahwa untuk
mencapai efisiensi pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan
menganalisis kondisi dan merumuskan permasalahan, serta solusi pemecahannya,
harus diubah bahwa setiap individu memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan
masyarakatlah yang paling mengetahui dan mengenal potensi dan permasalahan yang
mereka hadapi.
Perencanaan sentralistik dan
anggapan bahwa masyarakat tidak mampu menganalisis dan merumuskan
permasalahannya, disinyalir merupakan salah satu penyebab kegagalan program
pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.
- B. Saran
Dari penjelasan yang disampaikan
pada bab-bab terdahulu maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
- Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat sekitar kawasan hutan lindung dapat segera diidentifikasi oleh
pemerintah dan masyarakat sehingga dapat segera dicarikan solusi untuk
proses pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung .
- Kepada masyarakat luas agar lebih memperhatikan
kelestarian kawasan hutan lindung agar terhindar dari segala dampak buruk
kerusakan hutan.
DAFTAR
PUSTAKA
|
Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar
Ekologi Tropika. Membicarakan Alam Tropika Afrika, Asia, Pasifik dan Dunia Baru.
Penerbit ITB, Bandung.
Kusmana C. dan Istomo, 1995. Ekologi
Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
www.id.wikipedia.org./wiki/berkas/kerusakan_hutan.
Kerusakan Hutan Mempengaruhi Lingkungan. diakses Pebruari 2008.
0 komentar:
Posting Komentar